Rabu, 27 April 2011

Cinta Terkembang Jadi Kata

Selalu begitu. Cinta selalu membutuhkan kata. Tidak seperti perasaan-perasaan lain, cinta lebih membutuhkan kata lebih dari apapun. Maka ketika cinta terkembang dalam jiwa tiba-tiba kita merasakan sebuah dorongan yang tak terbendung untuk menyatakannya. Sorot mata takkan sanggup menyatakan semuanya.

Tidak mungkin memang. Dua bola mata kita terlalu kecil untuk mewakili semua makna yang membuncah di laut jiwa saat badai cinta datang. Mata hanya sanggup menyampaikan sinyal pesan bahwa ada badai di laut jiwa. Hanya itu. Sebab cinta adalah gelombang makna-makna yang menggores langit hati, maka jadilah pelangi; goresannya kuat, warnanya terang, paduannya rumit, tapi semuanya nyata. Indah.

Itu sebabnya ada surat cinta. Ada cerita cinta. Ada puisi cinta. Ada lagu cinta semuanya adalah kata. Walaupun tidak semua kata mampu mewakili gelombang makna-makna cinta, tapi badai itu harus diberi kanal; biar dia mengalir sampai jauh. Cinta itu membuat makna-makna itu jadi jauh lebih nyata dalam rekaman jiwa kita. Bukan hanya itu.

Cinta bahkan menyadarkan kita; langit, laut, gunung, padang rumput, tepi pantai, gelombang, purnama, matahari, senja, gelap malam, cerah pagi, taman bunga, burung-burung. Tiba-tiba semua itu punya arti. Tiba-tiba semua wujud itu masuk ke dalam kesadaran kita. Tiba-tiba semua wujud itu menjadi bagian dari kehidupan kita. Tiba-tiba semua wujud menjadi kata yang setia menjelaskan perasaan-perasaan kita. Tiba-tiba semua wujud itu berubah menjadi metafora-metafora yang memvisualkan makna-makna cinta.

Itu sebabnya para pecinta selalu berubah menjadi sastrawan atau penyair atau penyanyi. Atau setidak-tidaknya menyukai karya-karya para sastrawan, menyukai puisi, atau mau belajar melantunkan lagu. Bukan karena ia percaya bahwa ia akan benar-benar menjadi sastrawan atau penyair atau penyanyi yang berbakat. Tapi semata-mata ia tidak kuat menahan menahan gelombang makna-makna cinta.

Cinta membuat jiwa kita jadi halus dan lembut. Maka semua yang lahir dari kehalusan dan kelembutan itu adalah juga makna-makna yang halus dan lembut. Hanya katalah yang dapat mengurainya, menjamahnya perlahan-lahan sampai ia tampak terang dalam imaji kita.

Puisi “Aku Ingin”nya Sapardi Djoko Damono mungkin bisa jadi sebuah contoh bagaimana kata mengurai dan menjamah makna-makna itu. Apakah Sapardi sedang jatuh cinta itu atau sedang memaknai kembali cintanya? Saya tidak tahu! Tapi begini katanya:

Aku ingin mencintaimu
dengan cara yang sederhana
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu
dengan cara yang sederhana
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

http://majalahtarbawi.blogspot.com/2011/01/serial-cinta.html

Tidak ada komentar: