Sabtu, 07 April 2012

Sepenggal episode...

Sewaktu aku kecil, hidup di suatu kampung yang cukup jauh dari keramaian dan hiruk pikuknya kehidupan kota, tak pernah sedikitpun terlintas dibenakku aku akan menjalani hidup seperti sekarang ini, terbang jauh meninggalkan desa kelahiranku, bahkan dalam mimpi pun tak pernah, namun atas kuasa Nya serta kehendak Nya ku bisa terbang ke sana kemari bagaikan burung bahkan pergi ke tempat yang tak terbayangkan sebelumnya. Dulu, sarapan pagi sebelum berangkat sekolah pakai telur mata sapi sudah tergolong mewah untuk kami, hmmmmmmmm... biasanya cukup dengan sayur tahu-tempe atau sebuah "bala-bala" (bakwan sayur) atau bahkan hanya ditemani dengan sebuah kerupuk yang di jajakan oleh seorang nenek yang biasa berkeliling kampung setiap pagi menjelang kami berangkat sekolah, tapi itu cukup membuat kami tumbuh sehat dan tidak menderita gizi buruk, ya... hal ini berlangsung sejak aku duduk di bangku SD hingga aku duduk di bangku SMA, hidup yang sederhana memang, tapi itu hal lumrah di kampung kami, tidak ada perbedaan sosial yang mencolok di kehidupan kami saat itu. Kalo ada tamu keluarga ibu datang itulah saat senang bagiku, karena ibu pasti akan memasak lebih dari satu jenis lauk ya meskipun tahu, tempe plus telur dadar atau ikan kalengan (=Sarden; Djitu merek cukup ternama dikamung kami saat itu, karena harganya yang lumayan murah) heheheheh tapi kami memang jarang makan dengan menu yng lebih dari 2 jenis lauk heheheheh selain ketika ada tamu, atau bapak pulang dari jakarta, ikan kering/ikan asin menjadi menu yang tak asing bagi kami. Kalo ibu masak ikan segar (ikan mujair dari kolam nenek), saya paling suka ibu merebusnya dicampur dengan pepaya muda, enak tambah banyak juga lauknya karena ada tambahan buah pepaya muda, ibu juga tak jarang membuat ikan serundeng (ikan kecil-keci/anak ikan yang dicampur dengan parutan kelapa) biar tahan lama dan cukup untuk beberapa hari, ya... ibuku memang bijak, mengatur keuangan keluarga dari penghasilan bapak yang terhitung pas-pasan. Sering kami pergi ke sekolah berjalan kaki sambil membawa nasi yang dibungkus dengan plastik bekas mie instan, atau plastik bekas kerupuk bahkan kantong-kantong plastik bekas pembungkus belanjaan dari warung yang jauh dari standar kesehatan heheheheheh, ya... itulah kenyataannya. Bapakku hanya seorang penjual barang-barang keliling dengan sistem kredit yang mengadu nasib ke Ibu Kota, sedang ibuku hanya menunggu dan membesarkan kami di rumah. Setiap bulan kami selalu menungu kiriman uang dari bapak yang selalu di titipkan ke tetangga, atau ke temannya dari kampung sebelah yang kebetulan pulang kampung. Suatu saat saya masih teringat betul dalam benakku, saat aku nangis minta uang jajan ibuku tidak mau ngasih karena memang dia tidak punya uang, dia hanya duduk di kursi sambil meneteskan air mata. Untuk keperluan kami makan sering ibu harus ngutang diwarung yang biasa dibayar saat bapak pulang atau kiriman uang dari bapak datang. Untuk membayar spp dan tagihan buku dari sekolah, memang perlu bersabar, menunggu uang kiriman bapak tiba. Ya... bapakku harus kerja keras untuk membiayai sekolah aku dan adik perempuanku (saat itu masih aku dan adik perempuanku yang sekolah, karena ke empat adikku yang lain belum terlahir). Tak jarang kami harus menenteng sepatu saat pergi/pulang sekolah saat hari hujan, hehehehe biar gak kotor n cepet rusak, maklum saat itu sepatu kami cukup satu aja sebelum dapat ganti yang baru kalo sepatu lama sudah rusak. Jauh memang dengan keadaanku saat ini sepatu aja bisa lebih dari dua buah, ya memang gak mungkin lagi donk aku pergi ke kantor nenteng sepatu karena hujan heheheheh... Pada waktu itu kami tidak mengenal mainan PS atau apalah yang sejenisnya, yang sering kami mainkan adalah petak umpet, kucing-kucingan, galah, adu kelereng, adu gambar, adu kemiri (kemiri yang masih ada cangkangnya), layangan, mobil-mobilan buatan sendiri dari potongan bambu yang dimodifikasi dengan batu batrai bekas atau bekas kaleng susu, pistol-pstolan dari kayu, atau dari bambu yang pelurunya dibuat dari rendaman kertas bekas. Hewan kesayangan kami bukanlah kucing, lizard, reptilseperti sekarang ini, tapi kami memelihara marmut, kelinci sehingga tiap hari kami harus mencari rumput untuk pakan hewan kesayangan atau ayam "kate" (= ayam serama). Ikan hias kami pun bukan ikan Louhan atau belida atau ikan apapun yang terkenal saat ini, kami memelihara ikan "koki" kami menyebutnya seperti itu, warnanya bagus, merah, kuning dan putih. Paling mewah mainan saat itu adalah "gamewacth" ntah apa namanya yang betul, namun kami menyebutnya seperti itu atau tetris tipe yang terbaru, kami mainnya di sekolah atau pulang sekolah, sewa Rp. 50,00 untuk 3 kali kalah heheheheheh. Cont....

2 komentar:

DJITU SARDINES mengatakan...

Nice Post -DJITU- SAHABAT DAPUR ANDA
www.ptsumina.com

Anonim mengatakan...

Nice Post
DJITU-SAHABAT DAPUR ANDA
soegi- www.ptsumina.com -